Assalamu'alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh


Ibadah ke Tanah Suci Bukan lagi mimpi
- kendala keuangan bukan lagi halangan, dengan niat yang kuat dan tulus ikhlas disertai dengan ikhtiar yang efektif dan sungguh-sungguh, Insya Allah Ibadah Haji atau Ibadah Umroh dapat segera terwujud. Sebuah solusi yang cerdas kami tawarkan anda bisa berangkat ke tanah suci dengan GRATIS



Sabtu, 26 Februari 2011

SYARAT WAJIB HAJI

Syarat wajib haji ialah sifat-sifat yg hrs dipenuhi oleh seseorang sehingga dia diwajibkan untuk melaksanakan haji, dan barang siapa yg tdk memenuhi salah satu dr syarat-syarat tersebut, maka dia belum wajib menunaikan haji. Syarat-syarat tersebut ada lima perkara:

  • Islam
  • Berakal
  • Baligh
  • Merdeka
  • Mampu

Ibnu Qudamah (dalam Al-Mughni 3/218 adn Nihayah Al-Muhtaj 2/375) mengatakan: “Kami tdk melihat adanya perbedaan pendapat perihal lima perkara tersebut“.

“Islam” dan “Berakal” ialah dua syarat sahnya Haji, krn haji tdk sah apabila dilakukan oleh orang kafir atau orang gila.

“Baligh” dan “Merdeka” merupakan syarat yg dapat mencukupi pelaksanaan kewajiban tersebut, tetapi keduanya tdk termasuk syarat sahnya haji. krn Bila anak kecil dan seorang budak melaksanakan haji, maka haji keduanya tetap sah sesuai dengan hadits dr seorang wanita yg -ketika melaksanakan haji bersama Rasulullah shallallahu alayhi wasalam- mengangkat anak kecilnya kehadapan Nabi dan mengatakan: “Apakah ia mendapatkan (pahala) haji ?” beliau shallallahu alayhi wasalam menjawab: “Ya, dan kamu pun mendapatkan pahala“(Shahih HR Muslim 1336, Abu Dawud 1736, dan an-Nasa’i 5/120).

Akan tetapi haji yg dilakukan oleh anak kecil dan budak tdk menggugurkan kewajiban hajinya sbg seorang Muslim, menurut pendapat yg lebih kuat, berdasarkan hadits:

“Barang siapa (seorang budak) melaksanakan haji, kemudian ia dimerdekakan, maka ia berkewajiban untuk melaksanakan haji lagi, barang siapa yg melaksanakan haji pada usia anak-anak, kemudian mencapai usia baligh, maka ia wajib melaksanakan haji lagi“(Dishahihkan oleh Al-Albani HR Ibnu Khuzaimah 3050, Al-Hakim 1/481, Al-Baihaqi 5/179 dan lihat Al-Irwa’ 4/59).

Adapun “Mampu” hanya merupakan syarat wajib haji. Bila seorang yg “tdk mampu” berusaha keras dan menghadapi berbagai kesulitan hingga dapat menunaikan haji, maka hajinya dianggap sah dan mencukupi. Hal ini spt shalat dan puasa yg dilakukan oleh orang yg kewajiban tersebut telah gugur drnya. Maka shalat dan puasanya tetap sah dan mencukupi. (Al-Mughni 3/214).
APAKAH yg DIMAKSUD “MAMPU“

“Kemampuan” yg menjadi syarat wajib haji hanya akan terwujud dengan hal-hal berikut:

1. Kondisi badan yg sehat dan bebas dr berbagai penyakit yg dapat menghalanginya dalam melaksanakan berbagai macam ritual dalam haji. Sesuai hadits Ibnu Abbas, bahwa seorang wanita dr Khats’am mengatakan: “Wahai Rasulullah, bapak ku memiliki kewajiban haji ketika dia sudah sangat tua dan tdk dapt menanggung beban perjalanan haji, apakah aku bisa menghaapabilannya ?” beliau shallallahu alayhi wasalam menjawab: “Tunaikanlah haji untuknya (menggantikannya)“(Shahih HR Bukhari 1855 dan Muslim 1334).

Barangsiapa telah memenuhi seluruh syarat haji, tetapi dia menderita penyakit kronis atau lumpuh, maka dia tdk wajib melaksanakan haji, sesuai kesepakatan ulama.

hanya saja ada perbedaan pendapat perihal perwakilannya kepada orang lain, apakah wajib atau tdk ?.

Madzhab Syafi’i, Hanbali dan dua orang pengikut madzhab Hanafi berpendapat wajib, atas dasar bahwa kesehatan badan merupakan syarat untuk menunaikan haji dan bukan syarat wajib haji. Dan inilah pendapat yg terkuat berdasarkan hadits Ibnu Abbas, bahwa Nabi shallallahu alayhi wasalam bersabda: “Bagaimana apabila ayahmu memiliki tanggungan utang, apakah kamu akan melunasinya ?” Wanita itu menjawab “Ya” beliau shallallahu alayhi wasalam lalu bersabda “Maka utang kepada Allah lebih berhak untuk dilunasi” (HR Bukhari 5699, An-Nasa’i 5/116).

Adapun Imam Abu Hanifah danImam Malik berpendapat tdk wajib mewakilkannya kepada orang lain. (Nihayah Al-Muhtaj 2/385, Al-Kafi 1/214 dan fath al-Qadir 2/125).

2. Memiliki perbekalan yg cukup dalam perjalana, masa mukim (menginap) dan saat kembali kepada keluarganya, diluar kebutuhan-kebutuhan pokok, spt tanggungan utang dan nafkah untuk keluarga dan orang-orang yg berada dalam tanggungannya. Ini menurut pendapat Jumhur Ulama (Al-Majmu’ 7/56) -selain madzhab Maliki-, krn nafkah merupakan hak manusia dan hrs diutamakan, sesuai sabda Rasulullah shallallahu alayhi wasalam:

“Cukuplah seseorang (dianggap) berdosa dengan menelantarkan orang yg berada dalam tanggungannya“(Shahih HR Abu Dawud 1676 dan Al-Irwa’ 989).

3. Amannya perjalanan. Ini meliputi aman bagi jiwa dan harta ketika orang-orang ramai keluar menunaikan haji, krn kategori “mampu” tdk dapat terlepas dr kondisi ini.




Kembali ke depan Haji Umroh

0 komentar:

Posting Komentar

 

My Blog List

Site Info